Pages

Rabu, 03 Oktober 2012

JUJUR, SIFAT PALING LANGKA


tujuan kita tidak jujur?
a.       Supaya orang lain memandang kita baik
b.      Supaya kita tidak mendapat masalah yang lebih panjang
c.       Supaya kita tidak mendapat sangsi dari kesalahan masa lalu
Mengapa kita tidak jujur
a.       Takut di marah
b.      Takut tidak di percayai lagi untuk memegang amanah
c.       Dan takut2x, lainnya


lalu apakah dengan tidak jujur akan membuat kita mulia?
mungkin kita naik pangkat dengan tidak jujur, dan memberikan laporan baik kepada atasan, namun bisa dipastikan ketidak jujuran itu akan membuahkan tidak berkahnya jabatan kita itu

mungkin kita bisa sukses dalam berbisnis dengan berbuat tidak jujur, namun bisnis kita tdak akan barokah, hasilnya pun tidak barokah...
uang hasil ketidak jujuran akan menjadi haram
dan Allah melarang kita memberi makan anak dan istri kita dengan uang haram

tidak jujur bukan hanya berarti korupsi uang, mencurangi laporan atau perbuatan besar lain
bahkan mencurangi absensi agar nampak kita seseorang disiplin termasuk perbuatan tidak jujur
masuk tapat waktu, pulang pun harus tepat waktu
sedemikian detilnya agama mengatur kita untuk jujur
agar berkah yang kita peroleh
bukan ketidak berkahan

seorang kawan saya pernah berkata
"kalau hidup jangan terlalu jujur mas"
saya sangat tidak sependapat
agama mengajarkan kita untuk jujur
tanpa kompromi
walaupun ancamannya adalah tidak mendapat pekerjaan karena tidak curang (menyogok)
atau apapun bentuknya
jujur harus dijunjung tinggi

ujian nasional telah lewat...banyak siswa yang tidak jujur terlihat
hanya karena takut tidak lulus
namun mereka lupa...
ada hal yang seharusnya mereka takuti lebih
yaitu amarah Allah
bila kita tidak jujur
apakah sukses dunia dapat mengganti azab di akhirat?
sungguh kita sebagai manusia memang bodoh

kita begitu khawatir pada dunia namun seolah lupa ada akhirat
kita hanya ingin sukses dunia tanpa perdulikan gagal di akhirat kelak
semoga tulisan ini dapat menjadi renungan

BERHENTI MENJADI GELAS


Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.

"Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.

"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya," jawab sang murid muda.

Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu." Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air


itu," kata Sang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit." Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.

"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.

"Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.

Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.

"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau." Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya.

"Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.

"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"

"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh -NYA, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah."

Si murid terdiam, mendengarkan.

"Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau.

SEJATINING GUSTI


Ketuhanan:

1. Pangeran iku siji, ana ing ngendi papan langgeng, sing nganakake jagad iki saisine, dadi sesembahane wong sak alam kabeh, nganggo carane dhewe-dhewe. (Tuhan itu tunggal, ada di mana-mana, yang menciptakan jagad raya seisinya, disembah seluruh manusia sejagad dengan caranya masing-masing)

2. Pangeran iku ana ing ngendi papan, aneng siro uga ana pangeran, nanging aja siro wani ngaku pangeran. (Tuhan ada di mana saja, di dalam dirimu juga ada, namun kamu jangan berani mengaku sebagai Tuhan)

3. Pangeran iku adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan. (Tuhan itu berada jauh namun tidak ada jarak, dekat tidak bersentuhan)

4. Pangeran iku langgeng, tan kena kinaya ngapa, sangkan paraning dumadi. (Tuhan itu abadi dan tak bisa diperumpamakan, menjadi asal dan tujuan kehidupan)

5. Pangeran iku bisa mawujud, nanging wewujudan iku dudu Pangeran. (Tuhan itu bisa mewujud namun perwujudannya bukan Tuhan)

6. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, akarya alam saisine, kang katon lan kang ora kasat mata. (Tuhan berkuasa tanpa alat dan pembantu, mencipta alam dan seluruh isinya, yang tampak dan tidak tampak)

7. Pangeran iku ora mbedak-mbedakake kawulane. (Tuhan itu tidak membeda-bedakan (pilih kasih) kepada seluruh umat manusia)

8. Pangeran iku maha welas lan maha asih, hayuning bawana marga saka kanugrahaning Pangeran. (Tuhan Maha Belas-Kasih, bumi terpelihara berkat anugrah Tuhan)

9. Pangeran iku maha kuwasa, pepesthen saka karsaning Pangeran ora ana sing bisa murungake. (Tuhan itu Mahakuasa, takdir ditentukan atas kehendak Tuhan, tiada yang bisa membatalkan kehendak Tuhan)

10. Urip iku saka Pangeran, bali marang Pangeran. (Kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan)

11. Pangeran iku ora sare. (Tuhan tidak pernah tidur)

12. Beda-beda pandumaning dumadi. (Tuhan membagi anugrah yang berbeda-beda)

13. Pasrah marang Pangeran iku ora ateges ora gelem nyambut gawe, nanging percaya yen Pangeran iku maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju kuwi saka karsaning Pangeran. (Pasrah kepada Tuhan bukan berarti enggan bekerja, namun percaya bahwa Tuhan Menentukan)

14. Pangeran nitahake sira iku lantaran biyung ira, mulo kudu ngurmat biyung ira. (Tuhan mencipta manusia dengan media ibumu, oleh sebab itu hormatilah ibumu)

15. Sing bisa dadi utusaning Pangeran iku ora mung jalma manungsa wae. (Yang bisa menjadi utusan Tuhan bukan hanya manusia saja)

16. Purwa madya wasana. (zaman awal/ sunyaruri, zaman tengah/ mercapada, zaman akhir/ keabadian)

17. Owah gingsiring kahanan iku saka karsaning Pangeran kang murbeng jagad. (Berubahnya keadaan itu atas kehendak Tuhan yang mencipta alam)

18. Ora ana kasekten sing madhani pepesthen awit pepesthen iku wis ora ana sing bisa murungake. (Tak ada kesaktian yang menyamai takdir Tuhan, sebab takdir itu tidak ada yang bisa membatalkan)

19. Bener kang asale saka Pangeran iku lamun ora darbe sipat angkara murka lan seneng gawe sangsaraning liyan. (Bener yang menurut Tuhan itu bila tidak memiliki sifat angkara murka dan gemar membuat kesengsaraan orang lain)

20. Ing donya iki ana rong warna sing diarani bener, yakuwi bener mungguhing Pangeran lan bener saka kang lagi kuwasa. (Kebenaran di dunia ada dua macam, yakni benar menurut Tuhan dan benar menurut penguasa)

21. Bener saka kang lagi kuwasa iku uga ana rong warna, yakuwi kang cocok karo benering Pangeran lan kang ora cocok karo benering Pangeran. (Benar menurut penguasa juga memiliki dua macam jenis yakni cocok dengan kebenaran menurut Tuhan dan tidak cocok dengan kebenaran Tuhan)

22. Yen cocok karo benering Pangeran iku ateges bathara ngejawantah, nanging yen ora cocok karo benering Pangeran iku ateges titisaning brahala. (Kebenaran yang sesuai dengan kebenaran menurut Tuhan, itu berarti tuhan yang mewujud, namun bila tidak sesuai dengan kebenaran menurut Tuhan, berarti penjelmaan angkara)

23. Pangeran iku dudu dewa utawa manungsa, nanging sakabehing kang ana iki uga dewa lan manungsa asale saka Pangeran. (Tuhan itu bukan dewa atau manusia, namun segala yang ada (dewa dan manusia) adanya berasal dari Tuhan.

24. Ala lan becik iku gandengane, kabeh kuwi saka karsaning Pangeran. (Keburukan dan kebaikan merupakan satu kesatuan, semua itu sudah menjadi rumus/kehendak Tuhan)

25. Manungsa iku saka dating Pangeran mula uga darbe sipating Pangeran. (Manusia berasal dari zat Tuhan, maka manusia memiliki sifat- sifat Tuhan)

26. Pangeran iku ora ana sing Padha, mula aja nggambar-nggambarake wujuding Pangeran. (Tidak ada yang menyerupai Tuhan, maka janganlah melukiskan dan menggambarkan wujud tuhan)

27. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, mula saka kuwi aja darbe pangira yen manungsa iku bisa dadi wakiling Pangeran. (Tuhan berkuasa tanpa perlu pembantu, maka jangan menganggap manusia menjadi wakil Tuhan di bumi)

28. Pangeran iku kuwasa, dene manungsa iku bisa. (Tuhan itu Mahakuasa, sementara itu manusia hanyalah bisa)

29. Pangeran iku bisa ngowahi kahanan apa wae tan kena kinaya ngapa. (Tuhan mampu merubah keadaan apa saja tanpa bisa dibayangkan/perumpamakan)

30. Pangeran bisa ngrusak kahanan kang wis ora diperlokake, lan bisa gawe kahanan anyar kang diperlokake. (Tuhan mampu merusak keadaan yang tidak diperlukan lagi, dan bisa membuat keadaan baru yang diperlukan)

31. Watu kayu iku darbe dating Pangeran, nanging dudu Pangeran. (Batu dan kayu adalah milik zat Tuhan, namun bukanlah Tuhan)

32. Manungsa iku bisa kadunungan dating Pangeran, nanging aja darbe pangira yen manungsa mau bisa diarani Pangeran. (Di dalam manusia dapat bersemayam zat tuhan, akan tetapi jangan merasa bila manusia boleh disebut Tuhan)

33. Titah alus lan titah kasat mata iku kabeh saka Pangeran, mula aja nyembah titah alus nanging aja ngina titah alus. (Makhluk halus dan makhluk kasar/wadag semuanya berasal dari tuhan, maka dari itu jangan menyembah makhluk halus, namun juga jangan menghina makhluk halus)

34. Samubarang kang katon iki kalebu titah kang kasat mata, dene liyane kalebu titah alus. (Semua yang tampak oleh mata termasuk makhluk kasat mata, sedangkan lainnya termasuk makhluk halus)

35. Pangeran iku menangake manungsa senajan kaya ngapa. (Tuhan memenangkan manusia walaupun seperti apa manusia itu)

36. Pangeran maringi kawruh marang manungsa bab anane titah alus mau. (Tuhan memberikan pengetahuan kepada manusia tentang eksistensi makhluk halus)

37. Titah alus iku ora bisa dadi manungsa lamun manungsa dhewe ora darbe penyuwun marang Pangeran supaya titah alus mau ngejawantah. (Makhluk halus tidak bisa menjadi manusia bila manusia tidak punya permohonan kepada Tuhan agar makhluk halus menampakkan diri)

38. Sing sapa wani ngowahi kahanan kang lagi ana, iku dudu sadhengah wong, nanging minangka utusaning Pangeran. (Siapa yang berani merubah keadaan yang terjadi, bukanlah sembarang orang, namun sebagai “utusan” tuhan)

39. Sing sapa gelem nglakoni kabecikan lan ugo gelem lelaku, ing tembe bakal tampa kanugrahaning Pangeran. (Siapa saja yang bersedia melaksanakan kebaikan dan juga mau “lelaku” prihatin, kelak akan memperoleh anugrah tuhan)

40. Sing sapa durung ngerti lamun piyandel iku kanggo pathokaning urip, iku sejatine durung ngerti lamun ana ing donyo iki ono sing ngatur. (siapa yang belum paham, lalu menganggap sipat kandel itu sebagai rambu-rambu hidup, yang demikian itu sesungguhnya belum memahami bila di dunia ini ada yang mengatur)

41. Sakabehing ngelmu iku asale saka Pangeran kang Mahakuwasa. (Semua ilmu berasal dari Tuhan yang Mahakuasa)

42. Sing sapa mikani anane Pangeran, kalebu urip kang sempurna. (Siapa yang mengetahui adanya Tuhan, termasuk hidup dalam kesempurnaan).

MELEPAS BAJU AGAMA


Karena tak yakin kalau ia memasuki Sorga yang benar, si manusia bertanya kepada penjaganya, “Apa benar ini Sorga untuk kaum muslim atau...?”

“Ini Sorga untuk semua”, jawab sang penjaga singkat.

“Lalu dimana ya Sorga untuk muslim...kristiani...untuk umat hindu ataupun buddha dan yang lainnya?”, tanya si manusia lagi.

“Kamu ini gimana sih ... Untuk semua ya untuk semua ...Ngerti maksud saya nggak sih?”, jawab penjaga galak itu.

si manusia tambah bingung. Ia mendekati penjaga yang lainnya, yang kelihatannya tidak segalak yang tadi. “Pak ... tolong sampaikan kepada penguasa disini untuk mengembalikan saja saya ke dunia lagi.”

“Lho ...kenapa ??”

“Ya ... saya mau melepas ‘baju agama’ saya dulu disana sebelum kesini lagi.”

Agama hanya di dunia ini... kalo kita lihat gambaran dalam kisah Bimo-Ruci...dimana ketika masuk ke samUdera kalbu, sang Hanuman tidak lagi mengikutinya... Hanuman disini perlambang dari dogma/aturan2 religi, makanya dalam lakon itu hanoman selalu memperingatkan dan banyak mengatur... Surga bagi saya adalah ketika jiwa2 kembali menyatu dengan sang Sumber Jiwa.... bukan yang banyak iming2 bidadari 7 dan berbagai kenikmatannya...[kasihan yg cewek nanti bingung menikmati bidadara hehehehe..... maaf ya...]
‎...seandainya boleh & tidak mengundang fitnah (karena menimbulkan fitnah adalah tidak bijak) : saya lebih memilih menyatakan diri berTUHAN dari pada berAgama... semua Agama adalah petunjuk, semua tujuan agama adalah sama, dan bersumber dari Yang SAMA/SATU menuju Sang TUHAN Yang Esa... seharusnya Agama apapun tidak menjadi "penjara" karena tujuan semua agama justru untuk "membebaskan"... setahu saya : Manusia2 yang tlah Tercerahkan tidak akan mengenal alergi terhadap simbol2/ajaran2 agama/kepercayaan2 apapunn...

Hanya di kehidupan ini yang mengenal Agama dan Identitas.......
Semoga semua mahluk bisa secerdas Si manusia ini..

HIDUP TANPA KEMATIAN


Hidup tanpa kematian,

seperti juga mati tanpa kehidupan.

Hidup bukan bagi jasad,

yang senantiasa dalam cengkraman kematian.

Jasad ini boleh hancur berkeping-keping, jadi abu,

kembali kepada unsur-unsur dasar pembentuknya,

namun hidup tetap melangsungkan kehidupan,

tiada mengenal kematian.

Hidup tak mungkin dipasung sebatas jasad rapuh ini.

Sebaliknya, mati tiada terhindari bagi jasad,

betapa sehat dan kekarpun ia tampaknya.

Tak ada sesuatupun yang lahir

yang tak berakhir di jurang kematian.

Kehidupanmu dan kehidupanku ini

boleh saja berakhir bersama kehancuran jasad,

namun hidup dan kehidupan sendiri

akan berlangsung terus sepanjang masa

tanpa aku, kamu, kita, dia, kalian dan mereka.